www.JESOES.com

Alkitab Online Kristiani Indonesia

Website ini berisi seluruh isi Alkitab dari Perjanjian Lama (39 kitab) hingga Perjanjian Baru (27 kitab) beserta perikop (TB), ada 5 buah terjemahan alkitab yaitu:

Untuk membaca Alkitab hanya dalam 1 bahasa terjemahan maka disarankan untuk mengklik salah satu bahasa terjemahan diatas karena lebih cepat loading hanya 1 Alkitab dan meringankan beban Internet anda, jika anda mau membaca beberapa bahasa terjemahan Alkitab sekaligus maka silahkan memakai menu dibawah ini.
Cari isi web dengan Google
(Search by Google)
Cari ayat ayat dalam Alkitab
(Search verses by keywords)
Alkitab (Bible)
Pilih Buku Pasal : Ayat
Choose Book Chapter : Verse
:
Pengkhotbah / Ecclesiastes / 전도서
1
- 2 -
3456789101112
Terjemahan Baru 1974
Bahasa Indonesia Sehari Hari 1985

[아가페 쉬운 성경 1994]
Versi Mudah Dibaca 2006

[English Amplified 2015]
2:1-26 = Hikmat dan kebodohan adalah hal yang sia-sia
(1) Aku berkata dalam hati: "Mari, aku hendak menguji kegirangan! Nikmatilah kesenangan! Tetapi lihat, juga itupun sia-sia."
(1) Aku memutuskan untuk menyenangkan diri saja untuk mengetahui apa kebahagiaan. Tetapi ternyata itu pun sia-sia.
(1) [Apakah Bersenang-senang Membawa Kebahagiaan?] Aku berkata dalam hati, “Aku harus bersenang-senang — Aku harus menikmati semuanya sepuas-puasnya.” Aku telah mempelajari bahwa itu semuanya juga sia-sia.
(2) Tentang tertawa aku berkata: "Itu bodoh!", dan mengenai kegirangan: "Apa gunanya?"
(2) Aku menjadi sadar bahwa tawa adalah kebodohan dan kesenangan tak ada gunanya.
(2) Adalah bodoh tertawa sepanjang waktu. Bersenang-senang tidak menghasilkan apa-apa.
(3) Aku menyelidiki diriku dengan menyegarkan tubuhku dengan anggur, --sedang akal budiku tetap memimpin dengan hikmat--,dan dengan memperoleh kebebalan, sampai aku mengetahui apa yang baik bagi anak-anak manusia untuk dilakukan di bawah langit selama hidup mereka yang pendek itu.
(3) Terdorong oleh keinginanku untuk menjadi arif, aku bertekad untuk bersenang-senang dengan minum anggur dan berpesta pora. Kusangka itulah cara yang terbaik bagi manusia untuk menikmati hidupnya yang pendek di bumi ini.
(3) Jadi, kuputuskan untuk mengisi tubuhku dengan anggur, ketika aku mengisi pikiranku dengan hikmat. Aku mencoba kebodohan itu karena aku mau mencari jalan untuk bahagia. Aku mau melihat yang bagus dilakukan orang selama hidupnya yang sedikit itu.
(4) Aku melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, mendirikan bagiku rumah-rumah, menanami bagiku kebun-kebun anggur;
(4) Karya-karya besar telah kulaksanakan. Kubangun rumah-rumah bagiku. Kubuat taman-taman dan kebun-kebun yang kutanami dengan pohon anggur dan segala macam pohon buah-buahan.
(4) [Apakah Kerja Keras Membawa Kebahagiaan?] Kemudian aku mulai melakukan perkara-perkara besar. Aku membangun rumah-rumah dan menanam kebun anggurku.
(5) aku mengusahakan bagiku kebun-kebun dan taman-taman, dan menanaminya dengan rupa-rupa pohon buah-buahan;
(5) (2:4)
(5) Aku membuat kebun dan taman dan menanam semua jenis pohon buah-buahan.
(6) aku menggali bagiku kolam-kolam untuk mengairi dari situ tanaman pohon-pohon muda.
(6) Kugali kolam-kolam untuk mengairi taman-taman dan kebun-kebun itu.
(6) Aku membuat kolam dan memakainya untuk menyiram pohon-pohon.
(7) Aku membeli budak-budak laki-laki dan perempuan, dan ada budak-budak yang lahir di rumahku; aku mempunyai juga banyak sapi dan kambing domba melebihi siapapun yang pernah hidup di Yerusalem sebelum aku.
(7) Aku mempunyai banyak budak, baik yang kubeli, maupun yang lahir di rumahku. Ternakku jauh lebih banyak daripada ternak siapa pun yang pernah tinggal di Yerusalem.
(7) Aku membeli hamba laki-laki dan perempuan. Dan ada hamba yang lahir di rumahku. Aku memiliki hal yang luar biasa. Aku memiliki kawanan ternak dan domba. Aku memiliki banyak benda melebihi setiap orang yang tinggal di Yerusalem sebelum aku.
(8) Aku mengumpulkan bagiku juga perak dan emas, harta benda raja-raja dan daerah-daerah. Aku mencari bagiku biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak gundik.
(8) Kukumpulkan perak dan emas hasil upeti dari raja-raja di negeri-negeri jajahanku. Biduan dan biduanita menyenangkan hatiku dengan nyanyian-nyanyian mereka. Kumiliki juga selir-selir sebanyak yang kuinginkan.
(8) Aku juga mengumpulkan perak dan emas bagi diriku. Aku mengambil harta benda dari raja-raja dan bangsanya. Aku mempunyai penyanyi laki-laki dan perempuan bagiku. Aku memiliki segala sesuatu yang diinginkan orang.
(9) Dengan demikian aku menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada siapapun yang pernah hidup di Yerusalem sebelum aku; dalam pada itu hikmatku tinggal tetap padaku.
(9) Sungguh, aku lebih besar daripada siapa pun yang pernah tinggal di Yerusalem, dan hikmatku pun tetap unggul.
(9) Aku menjadi sangat kaya dan terkenal. Aku lebih besar dari setiap orang yang tinggal di Yerusalem sebelum aku. Dan hikmatku selalu menolongku.
(10) Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apapun, sebab hatiku bersukacita karena segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih payahku.
(10) Segala keinginanku, kupuaskan. Tak pernah aku menahan diri untuk menikmati kesenangan apa pun. Aku bangga atas segala hasil jerih payahku, dan itulah upahku.
(10) Apa saja yang dilihat dan diinginkan mataku, aku ambil. Pikiranku puas dengan semua yang kukerjakan. Dan semua kebahagiaan itu merupakan penghargaan atas semua kerja kerasku.
(11) Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.
(11) Tetapi kemudian kuteliti segala karyaku, dan juga segala jerih payahku untuk menyelesaikan karya-karya itu, maka sadarlah aku bahwa semuanya itu tak ada artinya. Usahaku itu sia-sia seperti mengejar angin saja.
(11) Kemudian aku melihat semua yang telah kulakukan dan kekayaan yang kuperoleh, aku menyimpulkan itu semua membuang-buang waktu. Itu seperti berusaha menangkap angin. Tidak ada keuntungan dari semua yang kita lakukan dalam hidup ini.
(12) Lalu aku berpaling untuk meninjau hikmat, kebodohan dan kebebalan, sebab apa yang dapat dilakukan orang yang menggantikan raja? Hanya apa yang telah dilakukan orang.
(12) Bagaimanapun juga seorang raja hanya dapat melakukan apa yang telah dilakukan oleh raja-raja sebelum dia. Lalu aku mulai berpikir: Apa artinya menjadi arif atau dungu atau bodoh?
(12) [Mungkin Hikmat Adalah Jawaban] Kemudian aku memutuskan untuk memikirkan tentang apa artinya menjadi bijak atau menjadi bodoh dan melakukan hal yang gila. Dan bagaimana tentang orang yang mengikuti raja? Raja yang baru akan melakukan hal yang sama yang dilakukan raja sebelumnya.
(13) Dan aku melihat bahwa hikmat melebihi kebodohan, seperti terang melebihi kegelapan.
(13) Memang, aku tahu, "Hikmat lebih baik daripada kebodohan, seperti terang pun lebih baik daripada kegelapan.
(13) Aku melihat bahwa hikmat lebih baik daripada kebodohan sama seperti terang lebih baik daripada gelap.
(14) Mata orang berhikmat ada di kepalanya, sedangkan orang yang bodoh berjalan dalam kegelapan, tetapi aku tahu juga bahwa nasib yang sama menimpa mereka semua.
(14) Orang arif dapat melihat arah yang ditujunya; orang bodoh seperti berjalan meraba-raba." Tetapi aku tahu juga bahwa nasib yang sama akan menimpa mereka semua.
(14) Orang bijak memakai pikirannya seperti mata melihat ke mana mereka pergi, tetapi bagi orang bodoh, hal itu sama seperti berjalan dalam gelap. Aku juga melihat bahwa orang bodoh dan bijak mempunyai kesudahan yang sama.
(15) Maka aku berkata dalam hati: "Nasib yang menimpa orang bodoh juga akan menimpa aku. Untuk apa aku ini dulu begitu berhikmat?" Lalu aku berkata dalam hati, bahwa inipun sia-sia.
(15) Maka pikirku, "Nasib yang menimpa orang bodoh akan kualami juga. Jadi, apa gunanya segala hikmatku?" Lalu kuambil kesimpulan bahwa hikmat itu memang tak ada gunanya sama sekali.
(15) Aku berpikir, “Hal yang sama akan terjadi kepada orang bodoh dan juga akan terjadi padaku. Jadi, mengapa aku berusaha begitu keras menjadi bijak?” Aku berkata dalam hati, “Menjadi bijak juga sia-sia.”
(16) Karena tidak ada kenang-kenangan yang kekal baik dari orang yang berhikmat, maupun dari orang yang bodoh, sebab pada hari-hari yang akan datang kesemuanya sudah lama dilupakan. Dan, ah, orang yang berhikmat mati juga seperti orang yang bodoh!
(16) Orang yang bodoh akan segera dilupakan, tetapi orang yang mempunyai hikmat pun tak akan dikenang. Lambat laun kita semua akan hilang dari ingatan. Kita semua harus mati, baik orang yang arif maupun orang yang dungu.
(16) Orang yang bijak atau bodoh, mereka akan tetap mati, dan orang lain tidak akan mengingat baik orang bijak atau orang bodoh selamanya. Kemudian hari, orang akan melupakan segala sesuatu yang dilakukan oleh keduanya. Jadi, kedua-duanya sebenarnya sama.
(17) Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari, sebab segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
(17) Sebab itu hidup tak ada artinya lagi bagiku, lain tidak. Semuanya sia-sia; aku telah mengejar angin saja.
(17) [Apakah Ada Kebahagiaan yang Sesungguhnya dalam Hidup ini?] Hal itu membuat aku membenci hidup. Hal yang menyedihkan adalah memikirkan bahwa semua dalam hidup ini sia-sia, seperti berusaha menangkap angin.
(18) Aku membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari, sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku.
(18) Segala hasil kerjaku dan pendapatanku tak akan ada gunanya bagiku, sebab aku harus meninggalkannya kepada penggantiku.
(18) Aku mulai membenci semua kerja keras yang telah kulakukan. Aku telah bekerja keras, tetapi aku melihat orang yang hidup setelah aku akan mendapat hasil dari pekerjaanku. Aku tidak dapat membawanya bersamaku.
(19) Dan siapakah yang mengetahui apakah orang itu berhikmat atau bodoh? Meskipun demikian ia akan berkuasa atas segala usaha yang kulakukan di bawah matahari dengan jerih payah dan dengan mempergunakan hikmat. Inipun sia-sia.
(19) Dan siapa tahu apakah dia arif atau bodoh? Tetapi bagaimanapun juga ia akan menjadi pemilik hasil usahaku yang telah kucapai selama hidupku di dunia ini berkat jerih payah dan hikmatku. Jadi, itu pun sia-sia.
(19) Orang lain akan mengawasi semua yang kukerjakan dan mempelajarinya. Dan aku tidak tahu apakah orang itu akan menjadi bijak atau bodoh. Itu juga tidak berarti.
(20) Dengan demikian aku mulai putus asa terhadap segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari.
(20) Sekarang aku menyesal telah bekerja begitu keras.
(20) Jadi, aku menjadi sedih mengingat semua pekerjaan yang kulakukan.
(21) Sebab, kalau ada orang berlelah-lelah dengan hikmat, pengetahuan dan kecakapan, maka ia harus meninggalkan bahagiannya kepada orang yang tidak berlelah-lelah untuk itu. Inipun kesia-siaan dan kemalangan yang besar.
(21) Sebab manusia bekerja keras dengan memakai segala hikmat, pengetahuan dan keahliannya untuk mencapai sesuatu. Tetapi pada akhirnya ia harus meninggalkan segala hasil jerih payahnya kepada orang yang sama sekali tidak mengeluarkan keringat untuk itu. Jadi, itu pun sia-sia, lagipula sungguh tak adil!
(21) Orang dapat bekerja keras dengan memakai semua hikmat, dan pengetahuan, dan keahliannya, tetapi mereka akan mati dan orang lain mendapat semua hasil pekerjaannya. Mereka tidak bekerja, tetapi mereka mendapat semuanya. Hal itu membuat aku sangat sedih. Hal itu juga tidak adil dan tidak berarti.
(22) Apakah faedahnya yang diperoleh manusia dari segala usaha yang dilakukannya dengan jerih payah di bawah matahari dan dari keinginan hatinya?
(22) Seumur hidup manusia bekerja berat dan bersusah-susah; lalu mana hasil jerih payahnya yang dapat dibanggakannya?
(22) Apa yang sebenarnya diperoleh orang setelah selesai semua pekerjaan dan perjuangan dalam hidupnya?
(23) Seluruh hidupnya penuh kesedihan dan pekerjaannya penuh kesusahan hati, bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram. Inipun sia-sia.
(23) Apa saja yang dia lakukan selama hidupnya, membawa derita dan sakit hati baginya. Di waktu malam pun hatinya resah. Jadi, semua itu sia-sia belaka.
(23) Dalam seluruh hidupnya, mereka mendapat kepedihan, kekecewaan, dan kerja keras. Bahkan pada malam hari pikirannya tidak dapat istirahat. Itu juga tidak berarti.
(24) Tak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya. Aku menyadari bahwa inipun dari tangan Allah.
(24) Tak ada yang lebih baik bagi manusia daripada makan, minum dan menikmati hasil kerjanya. Aku sadar bahwa itu pun pemberian Allah.
(24) Tidak seorang pun yang berusaha menikmati hidup lebih daripada yang kunikmati. Dan ini yang kupelajari: Hal terbaik yang dapat dilakukan orang ialah makan, minum, dan menikmati pekerjaan yang harus dilakukannya. Aku juga melihat bahwa itu datang dari Allah.
(25) Karena siapa dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia?
(25) Siapakah yang dapat makan dan bersenang-senang tanpa Allah?
(25) (2:24)
(26) Karena kepada orang yang dikenan-Nya Ia mengaruniakan hikmat, pengetahuan dan kesukaan, tetapi orang berdosa ditugaskan-Nya untuk menghimpun dan menimbun sesuatu yang kemudian harus diberikannya kepada orang yang dikenan Allah. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
(26) Allah memberikan hikmat, pengetahuan dan kebahagiaan kepada orang yang menyenangkan hati-Nya. Tetapi orang berdosa disuruh-Nya bekerja mencari nafkah dan menimbun hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang menyenangkan hati Allah. Jadi, semuanya itu sia-sia seperti usaha mengejar angin.
(26) Jika orang berbuat baik dan menyenangkan Allah, Ia akan memberikan hikmat, pengetahuan, dan sukacita kepada mereka, tetapi orang berdosa hanya bekerja untuk mengumpulkan dan membawanya. Allah mengambil dari orang jahat dan memberikannya kepada orang baik, tetapi semua pekerjaan itu sia-sia, seperti berusaha menangkap angin.
Pengkhotbah / Ecclesiastes / 전도서
1
- 2 -
3456789101112